“……………………?”
Lahir dari rahim kegelapan
Menetek saripati sampah dan air mata
Tumbuh di belantara liar licin berbisa
Hari-hari sudah memudar seperti senja
Siang adalah angan dan mimpi berkepanjangan
Malam habis membelantara Hanya purnama perangkum gelisah
Sebab. Matahari menyengat hati
Menganyam mimpi
Berdamping bidadari semampai
Detik beringsut, awan bergelayut
Dengan sangkur kesadaran, kematian merenggut berkali-kali.
Mengubur mimpi dalam jaga.
Segera menyergap gelisah menyekat tak bersuara
Compang-camping menghampiri matahari
Terbakar. Terkapar.
Terlempar ke tepi malam
Purnama menyeka air mata
Seolah mengerti
Mencahaya lekuk relung remang terdalam
Memuncak tak terkira.
Kembali menantang matahari
Mata jalang beradu inti
Porak poranda terburai ke tanah
Menyatu bumi bermandi cahaya.
Sebab Hanya purnama perangkum gelisah.
Hanya purnama.
Condongcatur, 1 Januari 2000
pak puisi ini bener” gelap
sampe ga keliatan ujung pangkalnya
kapan ” jelasin dong pak !!!
Sastra apa pun bentuknya, setelah terlempar ke publik adalah hak publik untuk memaknainya, tak layak bagi sang penulis menerjemahkannya, membeberkan apa latar, sejarah dan proses kreatifnya terjadi.
Dari sisi aku, selaku “orang lain”, sebenarnya sederhana, ideologinya terlihat kental, kasian memang “penulisnya” saat itu.
Bagiku, sajak itu mewakili KESIA-SIAAN seorang anak manusia, menghampiri hidupnya, mengisi relungnya dengan kenestapaan, kepapaan, bangkit “dari mimpi” berkali-kali, tapi untuk dicampakkan ke tepi peradaban…
Aku sendiri gulana, memikirkan hidupku yang sudah mulai menestapakan dan mencampakkan, tak memperhitungkan, yang menjadikan “teman2 lamaku dalam kenestapaan” menuju tepi peradaban.
Aku sendiri mencari purnama, untuk lantas bertemu matahari, saatnya nanti aku harus terburai ke tanah tapi kuharap bermandi cahaya…..
malam terburai hingga pagi
menyusur raut kematian datang menjemput
lalu apa bisa dikata seorang anak manusia
kalau sayap Izrofil terbentang jua
lalu apa kata anak manusia itu
kalau esok pagi
matanya tak lagi sanggup terbuka menatap matahari
………………………
…………………………
…………………………………….
………………………………………………………..
……………………………………………………………………
bagi dirinya,
malam adalah sahabat sejati
siang adalah musuh abadi
dan pagi adalah ironi
bagaimana mungkin bercengkerama dengannya
sementara cahaya pun dijauhinya
entah di mana palung persembunyiannya
mungkin hanya pekat yang mampu menghampirinya
entahlah,
memang hanya gelap satu-satunya